Sudah lama yaa aku tidak menulis di blog.
Berhubung aku yang sedang belajar menulis ini bingung sendiri memilih topiknya
huehehe. Tapi, ada satu topik yang ingin sekali aku ceritakan. Topik yang sudah
satu minggu lebih ini kepikiran. Haha.. ini berhubungan dengan mata kuliah
sosiologi yang membuatku nyengir-nyengir kuda sendiri ketika diberikan sebuah
pertanyaan. Sangat membuka pikiranku tentang peranku sebagai perempuan yang
akan terus tumbuh dan mekar sebagai seorang wanita J
Usut punya usut nyambunglah pembicaraan kita
pada konteks ‘mengasuh anak’. Dosenku dengan gamblang bertanya,”Disini, siapa yang anaknya akan diasuh dengan
babysitter?” Weeeew.. ternyata ada yang mengangkat tangannya walau sedikit,
mungkin bisa dihitung dengan jari dari satu tangan. Setelah itu Dosenku
melanjutkan pertanyaannya, “Siapa yang anaknya diasuh tidak dengan babysitter?”
saat itu aku secara sadar dan spontan mengangkat tanganku. Ternyata banyak yang
mengangkat tangannya—walaupun nampaknya ada yang golput.
Sebenarnya dari awal muncul pertanyaan
itu, aku pribadi menolak adanya babysitter karena alasan tunggalku adalah ingin
fokus menjadi seorang ibu yang mengasuh dan membimbing anakku. Sisi wanitaku
berkata ‘anakku adalah segalanya’ dia/mereka adalah investasiku dunia akhirat.
Jujur aku takut dengan adanya babysitter memungkinkan ikatan aku dengan anakku berkurang. Apalagi kemungkinan lainnya adalah ada hal-hal yang secara langsung maupun tidak, tertanam pada diri anakku yang
tak sesuai dengan pandanganku, contohnya sebuah pendidikan.
Menurutku penerapan
pendidikan agama, moral, dan sebagainya adalah yang terpenting untuk tumbuh
kembangnya, oleh karena itu aku ingin akulah yang menerapkan dan membangun fondasi
untuknya. Terlebih usia 0-5 tahun adalah masa yang sangat brillian untuknya. Mmmm agak lebay kali ya karena mikirnya udah jauh banget, tapi sejujurnya
itulah yang kuinginkan hehe.. mau gimana lagi dong...
Okay, kita lanjutkan cerita dikelas. Tak
puas dengan pertunjukkan mengangkat tangan #heaa, Dosenku pun melanjutkan
pertanyaannya dengan menanyakan alasan teman saya yang berencana menggunakan
babysitter. Salah seorang berkata bahwa dia ingin menjadi wanita karier yang
terus berkarya dan salah seorang lagi berkata karena saat dia kecil sudah bersama babysitter, dia merasa perlu untuk menggunakannya kelak. Semua alasan
itu membuatku berpikir, menerawang menjadi seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai anak. Jujur, aku pun ingin terus berkarya. Berguna bagi orang lain
dan tidak stagnant, tapi sungguh aku ingin membesarkan anakku dengan tanganku
sendiri.
Kedua hal itu menjadi bercampur aduk dan
tak ingin mengalah satu sama lain. Heeeeyyy… jangan berantem!!! Hahaha itu mungkin
yang aku katakan jika kedua alasan itu berwujud sesuatu. Setelah kupikirkan,
akhirnya aku menemukan jalan keluar agar kedua hal ini terwujud. Ya, bukan
pilihan yang kubutuhkan dalam menyelesaikan masalah ini, namun sebuah cara
untuk membuat kedua hal itu tetap eksis dalam diriku.
Cara itu mungkin sederhana walau pada prosesnya mungkin tidaklah mudah dan sebenarnya cara ini sudah kupikirkan jauh sebelum aku mengaitkannya dengan urusan ‘mengasuh anak’.
Ya, aku ingin mendirikan sebuah PAUD ataupun Baby Day Care. Harapan terbesarku dengan aku mendirikan
tempat-tempat seperti itu, aku mampu berperan sebagai ibu yang dapat selalu
menemani anakku bermain sambil belajar dan mengisi masa-masa emasnya dengan
kebahagiaan bersama diriku, sekaligus aku tetap bermanfaat bagi orang lain.
seperti inilah bayanganku hehe |
Tak luput nih, tentunya aku butuh para
penyumbang ide dan tenaga untuk membantuku dalam mewujudkannya. Jadi, untuk
teman-teman yang sevisi denganku bolehlaaah kita bekerja sama J haha..
Satu hal yang bisa kusimpulkan dari
postinganku ini ‘Berkarier dan berkarya pun bukan berarti memakai babysitter ‘kan dalam mengurus anak’ J
Anakku
= Investasi Terbesarku
terinspirasi dari Ali bin Abi Thalib ra "Ajarilah mereka Adab dan ajarilah mereka Ilmu"